Musim 2024/2025 Premier League menyuguhkan banyak kejutan, drama, dan cerita menarik, terutama dari klub-klub elit yang tergabung dalam kelompok “Big Six”. Klub-klub yang selama ini dikenal sebagai penguasa papan atas – Arsenal, Chelsea, Liverpool, Manchester City, Manchester United, dan Tottenham Hotspur – mengalami musim yang sangat bervariasi.
Beberapa tampil mengesankan, sementara yang lain justru terjerembab dalam keterpurukan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Dengan munculnya kekuatan baru seperti Newcastle United dan Aston Villa, hierarki Premier League tampaknya akan terus mengalami perubahan.
Ketika klub-klub tradisional mulai goyah, para pesaing baru siap mengambil alih panggung. Premier League musim 2024/2025 menjadi saksi bahwa dinamika sepak bola Inggris semakin sulit diprediksi, dan justru di situlah letak daya tariknya. Lalu tim mana saja yang berjalan dengan baik, dan mana saja yang terpuruk? Simak ulasan SBOTOP.
Liverpool: Juara Baru di Bawah Kepemimpinan Manajer Asal Belanda
Liverpool tampil dominan sepanjang musim dan berhasil menutup kompetisi sebagai juara. Keberhasilan ini menjadi sejarah tersendiri karena manajer mereka, Arne Slot, menjadi manajer asal Belanda pertama yang menjuarai Premier League. Di bawah arahannya, The Reds bermain stabil dan efisien, didukung oleh pemain-pemain berpengalaman seperti Virgil van Dijk di lini belakang dan Mohamed Salah di lini depan.
Mohamed Salah menjadi figur paling menonjol dalam skuad, memimpin daftar pencetak gol dengan 29 gol dan mencatat 18 assist, membuatnya tampil jauh di atas pemain lainnya. Sementara itu, Cody Gakpo dan Ryan Gravenberch juga mencuri perhatian, menunjukkan bahwa regenerasi dalam skuad Liverpool berjalan lancar, dan tentu saja bisa bertambah kuat musim depan.
Arsenal: Masih Jadi Pengiring Juara
Arsenal kembali harus puas di posisi kedua, meneruskan tren mereka sebagai penantang yang belum mampu melewati garis akhir. Mikel Arteta masih belum menemukan solusi di lini depan, dengan Gabriel Jesus dan Kai Havertz bergantian dimainkan tanpa menghasilkan konsistensi. Cedera yang menimpa Kai Havertz menambah beban skuad, sementara pemain pengganti seperti Mikel Merino belum mampu menjawab kebutuhan tim secara maksimal.
Meski menunjukkan pertahanan yang kuat dan permainan kolektif yang solid, masalah produktivitas gol menjadi batu sandungan terbesar bagi The Gunners. Dengan Liverpool tampil konsisten dan Manchester City diprediksi bangkit musim depan, Arsenal perlu melakukan pembenahan serius di sektor serangan.
Manchester City: Jauh dari Standar Mereka
Manchester City datang dengan ekspektasi tinggi untuk mempertahankan gelar dan mencetak rekor baru. Namun, musim ini berjalan jauh dari harapan. Tim asuhan Pep Guardiola tidak pernah benar-benar bersaing di papan atas dan harus berjuang hingga pekan terakhir untuk mengamankan tiket ke Liga Champions UEFA.
Meski akhirnya finis di posisi ketiga, pencapaian tersebut terasa hambar karena The Citizens mengakhiri musim tanpa trofi. Dalam konteks ambisi besar klub dan kualitas skuad yang dimiliki, hasil ini jelas mengecewakan. Namun, mereka masih lebih baik dibandingkan tetangganya, Manchester United.
Chelsea: Harapan Baru di Tengah Ketidakpastian
Chelsea berada di posisi keempat dan menunjukkan tanda-tanda stabilitas di bawah pelatih baru, Enzo Maresca. Setelah dua musim terakhir penuh dengan pergantian manajer dan belanja besar-besaran yang tidak efektif, The Blues tampak menemukan arah permainan yang lebih terstruktur. Dengan kemenangan di final Liga Konferensi UEFA, musim ini bisa dianggap sebagai awal yang menjanjikan.
Dengan sejumlah pemain muda mulai menunjukkan perkembangan, Chelsea tampaknya memasuki fase transisi yang lebih sehat. Mereka memang belum konsisten, tetapi langkah mereka menunjukkan progres yang patut dicatat.
Manchester United: Musim Terburuk Sepanjang Sejarah Premier League

Tidak ada cerita yang lebih mengejutkan dari perjalanan Manchester United musim ini. Finis di posisi ke-15 dengan hanya 42 poin dari 38 pertandingan menandai musim terburuk mereka dalam era Premier League. Penampilan buruk ini memperpanjang krisis performa yang sudah berlangsung selama beberapa musim terakhir.
Bruno Fernandes menjadi satu-satunya titik terang di tengah kegelapan performa tim. Ia menyumbang delapan gol dan 10 assist, tetapi kontribusinya tidak cukup mengangkat Manchester United dari keterpurukan. Kekalahan di final Liga Europa mempertegas kegagalan total mereka musim ini.
Masalah utama Manchester United terletak pada kebijakan transfer yang tidak tepat dan ketergantungan pada pemain tertentu. Pembenahan besar-besaran, baik dari sisi manajemen maupun struktur tim, tampaknya menjadi hal mendesak untuk menghindari bencana yang lebih besar musim depan.
Tottenham Hotspur: Ironi Klub Liga Champions UEFA yang Nyaris Terdegradasi
Tottenham Hotspur mungkin menjadi klub dengan perjalanan paling membingungkan musim ini. Meski berhasil menjuarai Liga Europa dan memastikan tiket ke Liga Champions UEFA, performa domestik mereka sangat buruk. Dari 38 pertandingan, mereka kalah dalam 22 laga dan hanya finis di posisi ke-17, satu strip di atas zona degradasi. Kondisi ini menjadikan Tottenham Hotspur sebagai tim dengan posisi terendah dalam sejarah Premier League yang lolos ke Liga Champions UEFA. Prestasi mereka di kompetisi Eropa menyelamatkan citra klub, tetapi situasi ini juga menimbulkan pertanyaan besar tentang keseimbangan performa mereka di berbagai kompetisi.
●●●
Kunjungi halaman blog kami untuk membaca berita SEPAK BOLA dan informasi pasaran taruhan
Selalu menjadi yang terdepan dalam mendapatkan informasi seputar olahraga dan bursa taruhan